Friday, August 29, 2008

Bertemu

Bila kamu bertemu dengan seserang yang pernah menyakitimu, maka tersenyumlah padanya. karena berkat dia kamu lebih tegar menghadapi hidup.
dan itu telah saya buktikan dalam kehidupan pribadi. Dimana keikhlasan menyimpan misteri tersendiri yang manfaatnya akan terkuak dengan sendirinya, tanpa diundang, tanpa direncanakan atau tanpa pancingan.

Thursday, August 21, 2008

KUBAWA SENJA UNTUKMU

Pagi-pagi Susan sudah bersiap pergi ke tempat sang nenek yang dikabarkan sakit keras menahunnya kumat lagi, ah dasar orang tua pikirnya. Nenek tahun ini genap berumur 66 tahun berarti itu bukan lagi usia yang terbilang muda, wajar sajalah ia sakit-sakittan begitu toh setiap orang lanjut usia kalau bukan langsung mampus saja pasti pakai embel-embel sakit ini-itu yang sebenarnya bisa langsung mati saja karena penyakit A-Z tapi masih dipertahankan oleh alat ini-itu sampai ke Negara A, B, C dan seterusnya. Angin tak sedingin kemarin pagi, waktu yang tepat untuk bangun lebih pagi dari biasanya mengendarai mobil APV silver kebanggaan Susan alergi dingin udara pagi hari belum terlalu kumat seperti biasanya. “awas ya kalo diperjalan kumat lagi, aku sumbat kamu sampe nggak bisa napas sakalian!” hardiknya pada hidungnya yang selalu memerah dan meler disertai ingus cair bening, sambil menutup pintu mobilnya.
Wuss…
APV hasil keringat dua setiga tahun pun melaju kencang di jalan raya yang belum begitu dipadati kendaraan roda empat, dua dan kaki-kaki yang merindukan kendaraan pribadi namun tak sanggup dalam hal ekonomi. Lagu berjudul Hitamku punya Andra and The Backbone melantun mantap seiring hati pengendaranya menuju sang eyang penyakitan. Seolah-olah mencoba untuk menghapus tiap inci dendam hitam pekat yang masih terselip di buku-buku hati kecilnya yang telah menahun hingga karatan kalau perlu. “kira-kira nenek cara matinya gampang apa nggak ya?. Kalo diingat-ingat tentang perbuatannya dulu pada kami tapi sekarang yang dijadikan tumpuannya, sandaran dan pembuangan kesusahan ya kami juga..” Susan berbicara dengan boneka per yang berbentuk, berwajah seram Jack Nightmare pemeran film animasi The Corps Bride sangat cocok dengan pengagumnya yang selalu berselimut dendam dan pekatnya malam-malam dingin anti kemunafikan.
***
Alunan suara sumbang kedai makan yang dijulukinya Lesehan Pondok Derita, kembali mengingatkannya betapa tambah tersiksanya ia dan keluarganya dulu ketika masih bermukim di rumah nenek yang paling berdekatan beberapa rumah dengan tempat kampret itu, huh..dia lagi..dia lagi..Susan mendengus kesal melihat kegiatan makan-memakan di pondok itu. Diparkirnya APV gendut namun bergengsi buatnya di garasi bekas bengkel pamannya dulu yang hampir menjadi perjaka tua namun dikirimkan oleh Tuhannya seorang bokat hampir jadi perawan tua juga yang sudi menerima ia apa adanya. Tangga yang perbedaan jaraknya sudut 90 derajat sempurna yang cukup tinggi melambatkan langkahnya memasuki rumah neneknya di lantai dua. Aroma sagu kering menyelimuti ruang tamu yang merangkap teras pertama yang bersembunyi di serat-serat bulu hidungnya dengan paksa. “hueek..!” serasa ingin muntah saja seperti dulu tapi Susan menahan keinginan lambungnya “untuk sementara kamu jeda dulu deh kerjanya, ntar nenek tersinggung kalo rumahnya bau sagu..” ia memerintah pada lambungnya yang penuh dengan luka.
Ngiik..
Pintu kamar dibukanya perlahan dan tiba-tiba hosss..
Bau apa lagi ini, pikirnya setengah mual lagi berarti menambah kerja lambungnya untuk sesegar mungkin mengeluarkan tampungannya. Bau menyengat pakaian habis pakai yang digantung berhari-hari, tampungan air seni nenek 66 tahun di baskom ukuran sedang, belum lagi kamr yang pengap tanpa ventilasi “pantas saja kumat, kamar udah kayak liang kubur..” gumamnya pelan yang tak terlalu didengar oleh neneknya yang sudah agak tuli. “Susan, cucu nenek..mari sini duduk dekat nenek. Ada yang ingin nenek sampaikan..” tangan keriput sang nenek melambai-lambai naik turun dan diraih pelan oleh Susan dan menuruti panggilannya itu. “Sudahlah Susan, kali ini nenek minta supaya dendam sukmamu kau singkirkan dulu sebentar. Berikan kesempatan nenek memberitahukan kepentingan nenek untukmu, setelah itu kembali padamu saja..huuuumm..huum..” nafasnya tersengal-sengal menyetop lisannya yang terlalu lancer kali ini. Susan terenyuh dengan keadaan yang disaksikannya sekarang, ternyata mama tak bohong kali ini nenek memang benar-benar sekarat dan membutuhkannya walaupun selama ini ia tak sudi tulus ikhlas menengok perempuan tua yang pernah menyia-nyiakan ia dan keluarganya. Air matanya sedetik dua detik lagi akan tumpah di pipi chubby-nya, bibirnya sebentar lagi gemetaran menahan isak tangis, matanya akan ia palingkan dari hadapan neneknya yang mulai memucat . “Susan sayang..huuum..hummm..” nenek menarik napas seolah mengaturnya semampunya, sementara Susan deg-degan bukan main di dalam hati kerasnya yang tak patut disebut hati tapi batu karang legam. Nenek, Susan sayang nenek..katanya dalam hati tak bisa disuarakan lewat mulutnya. “Selama ini nenek sangat mengerti pergolakan yang terjadi padamu, semua kesalahan nenek..tak sepatutnya nenek menghakimi kamu juga ibu bapakmu seperti dulu hanya kelahiranmu dan pernikahan yang tak direncanakan itu..” neneknya semakin erat genggamannya pada Susan yang mulai mengucurkan keringat dari telapak tangannya yang agak kasar-kasar halus, disertai butiran-butiran hujan kecil dari mata bolanya. Susan melanjutkan, “Nek, hari ini mulai detik ini Susan udah nggak mau marah lagi sama nenek..nggak sepenuhnya nenek yang salah, nggak berarti nenek nggak pernah ngurus Susan waktu bayi kan? Susan yakin akan itu nek..hiks..” Susan mulai terdengar isak tangisnya, tak terbendung lagi. Nenek tua renta yang sebelumnya ia harapakan segera mampus saja berkembang senyumnya di bibir penuh kerutan dan tampak membiru, “Nenek minta maaf ya San, selama ini udah nyakitin cucu nenek sendiri..yang ter..nyata..adalah penolong nenek..maafkan nenek cucuku..”
Erat genggaman sang nenek kini meregang, nafas yang tersengal pun tak lagi kedengaran walau sayup, dendam kesumat itu luluh lantak dengan air mata penyesalan Susan. Nenek terpejam lama, lama sekali seolah tidur dalam lelahnya menahan sakit diabetes, dan tekanan darah tinggi menahunya. “Nek, Susan nggak marah lagi sama nenek..”. Tapi tak sepatah kata keluar dari mulut perempuan renta itu, mulutnya seolah terkunci tak boleh lagi berbicara, matanya kini tak berbinar tak boleh lagi terbuka, genggamannya lepas begitu saja dari telapak sang cucu termohon maaf.
“Nenek..!”
Susan menangis terisak sambil memeluk tubuh layu termakan usia digerogoti penyakit. Prempuan yang dulunya ia benci bukan main kini telah pergi dengan penyesalan akan penyia-nyiaan dulu terhadap cucu yang selama ini telah merawatnya walau terbesit dedndam kadang-kadang. Tinggalah cucu itu, berurai mata melepas kepergiannya dengan pemaafan yang setulus-tulusnya yang belum pernah ia lakukan pada seorang manusia pun. “Susan selalu sayang pada nenek..” berkata ia dengan air matanya sederas aliran kesedihan mendalam melepas nenek yang baru sekarang ia terima setulus hati.

Minggu, 10 Agustus 2008 03 : 18 PM

Thursday, August 14, 2008

MATINYA KAMU

Matinya kamu, mati kafir!
jangan salahkan aku
matinya dia mati perawan!
jangan tanyakan ke aku
matinya aku, mati-matian!
salahkan saja,
tanyakan saja,
mati-matian kamu gali,
liang lahat tanda tanya..