**
Suatu hari ketika aku
sedang bersantai bersama beberapa teman dan perempuan ini melintas
begitu saja tepat di samping meja di mana kami selalu menghabiskan
waktu setelah jam kuliah selesai. Tempat nongkrong kami ini memenag
selalu ramai mulai dari pagi sampai sore hari bahkan ketika waktu
maghrib menjelang selalu dipadati dengan mahasiswa-mahasiswa yang
sedang tidak kuliah. Mataku langsung melirik ke arah perempuan yang
memakai kemeja polos berwarna cokelat dengan dua kancing yang
dibiarkannya terbuka dan rambut ikalnya yang menjuntai seperti spiral
tampak alami tanpa sentuhan alat. Kulitnya yang berwarna kuning
langsat namun agak kecokelatan seperti telah kena terpaan sinar
matahari berjam-jam, cara jalannya yang cepat untuk ukuran seorang
gadis, dan pandangan matanya tajam seolah menyelidik apa yang sedang
ia lihat di hadapannya. Tak sekali pun dia melirik ke arah kanan
kirinya sesekali melihat siapa saja yang mungkin enak dipandangi
sembari menyusuri jalan di kantin super panjang di kampus ini. Dari
kejauhan sampai dia melewati meja di mana aku duduk mataku terus
memandangi dirinya sambil sesekali melempar pandangan kea rah temanku
agar tidakketahuan aku memeperhatikan dirinya. apa yang kira-kira
membuat diriku begitu penasaran dengan perempuan ini sampai aku terus
memandangi dirinya padahal dia tidaklah cantik untuk ukuran perempuan
cantik pada umumnya, sungguh. Tapi dia punya sesuatu, sesuatu yang
tidak dimiliki oleh perempuan mana pun yang pernah aku ajak kencan,
aku tiduri dan hal itu sifatnya abstrak. Hari itu adalah pertama kali
aku bertemu dengan sosok perempuan seperti dia walaupun aku tak tahu
siapa dirinya, siapa namanya bahkan dia angkatan keberapa di kampus
ini pun aku tak tahu sama sekali. Bukannya aku tak punya usaha untuk
mendekati dia seperti yang sering aku lakukan tapi aku sendiri
bingung kira-kira mulai dari mana aku harus memulai usaha untuk
mendekati perempuan yang satu ini. Aku harus berusaha sendiri untuk
merpati yang satu ini, tanpa sepengetahuan teman-temanku dan tanpa
bantuan informasi dari mereka. Sungguh aku sangat penasaran dengan
makhluk cantik yang sebenarnya bersembunyi di balik topeng gadis yang
sama sekali tidak cantik.
Tiga bulan kemudian..
Sekarang aku adalah
mahasiswa semester enam di kampus bergengsi di mana banyak mahasiswa
ingin menjadi bagian dari nama tenar institusi yang telah melahirkan
banyak bibit unggul di negeri ini. Seperti biasa aku dan beberapa
teman menghabiskan di kantin super panjang ini sambil menghisap
beberapa batang rokok dan melirik-lirik mahasiswi yang penampilannya
tak layak ngampus tapi layak nge-mall. Tiba-tiba pandanganku beralih
pada satu meja tepat di barisan tengah yang tidak terlalu jauh dari
arah mejaku, di sana ada kumpulan gadis-gadis sedang tertawa dan
salah satu gadis begitu lincah dan suaranya paling besar diantara
yang lainnya, logatnya bukan seperti orang Jawa mungkin saja dia
orang Jakarta, bisa saja Bandung dan sekitarnya. Aku tahu kalau
perempuan yang bersuara banter dan rambutnya dijumput ke atas serta
beberapa helai rambutnya yang berjatuhan di sisi kiri kanan kepalanya
adalah perempuan yang pernah aku perhatikan di kantin ini. Kali ini
gaya berpakaiannya berbeda, tak seformal dulu ketika dia masih
memakai kemeja cokelatnya. Kali ini dia memakai jeans berwarna hitam
dengan kaos berwarna cokelat tua, lengannya dilipat dan sepertinya
dia menggunting leher kaosnya itu. Sepertinya perempuan itu
berkarakter tomboy. “Jack! Bisa gag sih kamu diem bentar aja? Aku
lagi serius ini pengen ngomong. Ha..ha..ha..” seorang gadis yang
duduk dihadapan perempuan berkaos cokelat tadi meneruskan tawanya
setelah teguran kepada temannya yang bernama Jack. Tapi siapa
sebenarnya Jack? perempuan tadi bersama teman-temannya beranjak dari
kursi di mana mereka duduk, aku yakin mereka akan melintas di samping
mejaku karena ini adalah salah satu jalan terdekat menuju pintu
keluar. “Jack, ke perpus yok.. aku mau minjem referensi buku nih.
Temenin aku po’o..” gadis bertubuh gemuk itu merengek sambil
menarik-narik tas ransel perempuan berkaos cokelat. Berarti namanya
adalah Jack. Tapi dia adalah perempuan, bukan laki-laki kenapa
namanya harus Jack? mungkin itu hanya nama panggilan tapi kenapa
harus Jack?
**
Di Lantai 6..
Beberapa temanku sesekali
mencibir seorang gadis yang memakai polo-shirt berwarna merah maroon
di depan ruangan 612, katanya gadis itu pasti adalah seorang
perempuan murah, anak dugem, bahkan ada yang mengatakan kalau gadis
itu sudah tak perawan lagi. Cibiran-cibiran seperti ini memang sudah
sering aku dengarkan dari banyak laki-laki bahkan tak jarang aku pun
ikut mencibir gadis-gadis yang penampilannya seronok tak karu-karuan
yang tak memiliki nilai eksotisme atau nilai seni sama sekali. Aku
melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul setengah satu siang
dan aku bergegas memasuki ruang kelas 611. Lagi lagi aku bertemu
dengan sosok perempuan yang telah membuat aku penasaran setengah
mati, kali ini dia memakai polo-shirt merah maroon dan ternyata dia
yang dicibir dari tadi oleh teman-teman sekelasku. Kenapa perempuan
misterius ini mendapat predikat jelek dari teman-teman sementara aku
sendiri belum tahu kalau benarkah dia itu perek atau anak dufem.
“ternyata si Jack. kenapa harus Jack yang dicibir perek?” aku
bertanya dalam hati.
Jogjakarta, 22 Januari 2011
No comments:
Post a Comment